Senin, 19 November 2007

Fwd: MENEMPATKAN SDM SEBAGAI HUMAN CAPITAL

--- In ekonomi-islami@yahoogroups.com, Merza Gamal

MENEMPATKAN SDM SEBAGAI HUMAN CAPITAL

Seiring berkembangnya era ekonomi baru, berkembang pula budaya yang
menitikberatkan pada bottom line yang mengandung arti bahwa laba hari
ini bukan laba jangka panjang, sehingga ketika menghadapi masalah
maka perusahaan perlu mengambil tindakan cepat dan menentukan.
Mempertahankan pekerja pada saat perusahaan bermasalah, saat ini,
dipandang sebagian pihak sebagai tindakan lemah hati dan rendah
pikiran. Oleh karena itu, memiliki "pekerja tetap" dianggap merugikan
dibandingkan dengan outsourcing, sehingga pekerja tidak lebih dari
sebuah obyek sewa pelengkap produksi. Lebih jauh lagi, telah muncul
idiom baru yang berbunyi "pecat pegawai anda begitu tidak dibutuhkan
lagi, karena mereka selalu bisa disewa lagi nanti saat diperlukan".
Di samping itu menahan pekerja yang ingin keluar dari perusahaan juga
dianggap sebagai akan membuat "besar kepala" seorang pekerja,
sehingga muncul idiom yang berbunyi "biarkan satu pekerja anda pergi,
karena masih ada seribu lamaran dengan gaji
yang lebih rendah akan datang menggantikan".

Akan tetapi, bagi perusahaan yang ingin menjadi sebuah perusahaan
jangka panjang dan bertahan dari masa ke masa, maka tindakan di atas
adalah merupakan sebuah tindakan melemahkan pembangunan loyalitas
Sumber Daya Manusia (SDM). Tindakan tersebut akan menyebabkan
tingginya cost of employee turn-over. SDM adalah faktor sentral dalam
suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat
berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam
pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia
merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi.
Selanjutnya, Manajemen SDM (MSDM) berarti mengatur, mengurus SDM
berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi dapat dicapai
secara optimal.

Peran SDM bagi sebuah perusahaan yang ingin berumur panjang
merupakan suatu hal strategis. Oleh karena itu, untuk menangani SDM
yang handal harus dilakukan sebagai human capital. Para manajer harus
mengaitkan pelaksanaan MSDM dengan strategi organisasi untuk
meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung
penerapan inovasi dan fleksibilitas. Peran strategis SDM dalam
organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber daya.
Fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau
kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor
eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas, adalah
SDM strategis yang memberikan nilai tambah (added value) sebagai
tolok ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan
competitive advantage dari perusahaan. Dengan demikian, dari segi
sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang
maksimum yang dapat mengoptimumkan competitive advantage. Adanya SDM
ekspertis: manajer strategis (strategic managers) dan SDM yang
handal yang menyumbang dalam menghasilkan added value tersebut
merupakan value added perusahaan. Value added adalah SDM strategis
yang menjadi bagian dari human capital perusahaan.

Manajemen sekarang telah banyak berubah dari keadaan 20-30 tahun
lampau, di mana human capital menggantikan mesin-mesin sebagai basis
keberhasilan kebanyakan perusahaan. Peter Drucker (1998), pakar
manajemen terkenal bahkan mengemukakan bahwa tantangan bagi para
manajer sekarang adalah tenaga kerja kini cenderung tak dapat diatur
seperti tenaga kerja generasi yang lalu. Titik berat pekerjaan kini
bergerak sangat cepat dari tenaga manual dan clerical ke knowledge-
worker yang menolak menerima perintah ("komando") ala militer,
sebagaimana cara yang diadopsi oleh dunia bisnis 100 tahun yang lalu.
Kecenderungan yang kini berlangsung adalah, angkatan kerja dituntut
memiliki pengetahuan baru (knowledge-intensive, high tech-
knowledgeable), high tech-knowledgeable) yang sesuai dinamika
perubahan yang tengah berlangsung. Tenaga kerja di sektor jasa di
negara maju (kini sekitar 70 persen) dari tahun ke tahun semakin
meningkat, dan tenaga paruh waktu (part-timer) juga semakin
meningkat. Pola yang berubah ini menuntut "pengetahuan" baru
dan "cara penanganan" (manajemen) yang baru. Moskowitz, R. and
Warwick D. (1996) berpendapat, bahwa Human capital yang mengacu
kepada pengetahuan, pendidikan, latihan, keahlian, dan ekspertis
tenaga kerja perusahaan kini menjadi sangat penting, dibandingkan
dengan waktu-waktu lampau.

Malcolm Baldrige, menyatakan bahwa penanganan SDM sebagai Human
Capital telah berhasil jika MSDM sudah merencanakan penerapan dan
intergrasi pertumbuhan pegawai secara penuh, mencakup program
pelatihan, alur pengembangan karier, penilaian/proses kesadaran
pribadi, kompensasi, pemberian wewenang, dan hasil terukur. Di
samping itu manajemen senior dan madya terlibat secara penuh dan
mendukung serta turut berlatih bersama untuk membangun perkembangan
organisasi dan pegawai. Semua personalia dalam organisasi sudah
merasakan bekerja dalam kelompok (bukan hanya sebagai individu).
Setiap unit kerja sudah menguasai pegawai mereka melalui kelompok
fungsional dan pembagian informasi yang sesuai dengan fungsi masing-
masing. Perusahaan sebagai organisasi telah mempunyai suatu rencana
menyeluruh dan secara penuh terhadap pengembangan sumber daya manusia
dengan memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap penigkatan
kualitas secara penuh. Dan, setiap pegawai mendapatkan reward untuk
setiap prestasi.

Untuk mencapai penanganan SDM sebagai Human Capital dapat dinilai
dari komponen-komponen sebagai berikut:
1. Perencanaan dan Pengelolaan SDM
a. Seberapa jauh perencanaan SDM dikaitkan dengan strategi;
b. Seberapa jauh SDM dikaitkan dengan tujuan peningkatan
kualitas;
c. Seberapa besar penggunaan data pegawai untuk peningkatan
pengelolaan SDM.
2. Peningkatan Pegawai
a. Seberapa besar insentif bagi keterlibatab pegawai dalam
peningkatan kualitas;
b. Seberapa besar wewenang yang diberikan kepada pegawai
dalam area kerja mereka;
c. Bagaimana pengukuran dan pemantauan pegawai dalam
peningkatan kualitas;
d. Bagaimana indicator monitoring keterlibatan pegawai pada
semua tingkatan.
3. Pendidikan dan Pelatihan
a. Bagaimana sistematika pengembangan program pelatihan dan
pendidikan;
b. Bagaimana mengukur kaitan pelatihan dan pendidikan dengan
pekerjaan pegawai;
c. Seberapa jauh pengaruh hasil pelatihan berhubungan dengan
area pekerjaan pegawai;
d. Bagaimana mengukur pelatihan pegawai dengan kategori
pekerjaan
4. Kinerja Pegawai dan Pengakuan
a. Seberapa jauh reward program mendukung tujuan peningkatan
mutu;
b. Bagaimana intensitas organisasi meninjau ulang dan
meningkatan reward program;
c. Bagaimana pengelolaan data dan bukti pengenalan setiap
pegawai;
d. Bagaimana keberlanjutan peningkatan program untuk mencapai
kepuasan pegawai.
5. Kepuasan Pegawai
a. Seberapa jauh program pengembangan pelayanan kepada
pegawai;
b. Bagaimana system penilaian & evaluasi kepuasan pegawai;
c. Bagaimana kelengkapan data dalam peningkatan dan pelayanan
pegawai.

Dengan demikian, human capital, bukanlah memposisikan manusia
sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia sama
dengan mesin, sebagaimana teori human capital terdahulu. Namun
setelah teori ini semakin meluas, maka human capital justru bisa
membantu pengambil keputusan untuk memfokuskan pembangunan manusia
dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan (termasuk pelatihan)
dalam rangka peningkatan mutu organisasi sebagi bagian pembangunan
bangsa. Penanganan SDM sebagai human capital menunjukkan bahwa hasil
dari investasi non fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi
berupa pembangunan fisik.

Islam sebagai sebuah way of life, mengajarkan dan mengatur
bagaimana menempatkan SDM pada sebuah syirkah (perusahaan). Islam
sangat peduli terhadap hukum perlindungan hak-hak dan kewajiban
mutualistik antara pekerja dengan yang mempekerjakan. Etika kerja
dalam Islam mengharuskan, bahwa gaji dan bayaran serta spesifikasi
dari sebuah pekerjaan yang akan dikerjakan harus jelas dan telah
disetujui pada saat adanya kesepakatan awal, dan pembayaran telah
dilakukan pada saat pekerjaan itu telah selesai tanpa ada sedikitpun
penundaan dan pengurangan. Para pekerja juga mempunyai kewajiban
untuk mengerjakan pekerjaannya secara benar, effektif, dan effisien.
Al Quran mengakui adanya perbedaan upah di antara pekerja atas dasar
kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan sebagaimana yang
dikemukakan dalam Surah Al Ahqaaf ayat 19, Surah Al Najm ayat
39-41. Sungguh sangat menarik apa yang ada dalam Al Quran yang tidak
membedakan perempuan dengan laki-laki dalam tataran dan
posisi yang sama untuk masalah kerja dan upah yang mereka terima,
sebagaimana yang terungkap dalam Surah Ali' Imran ayat 195.

Islam juga menganjurkan, untuk melakukan tugas-tugas dan pekerjaan
tanpa ada penyelewelengan dan kelalaian, dan bekerja secara efisien
dan penuh kompentensi. Ketekunan dan ketabahan dalam bekerja dianggap
sebagai sesuatu yang mempunyai nilai terhormat. Suatu pekerjaan kecil
yang dilakukan secara konstan dan professional lebih baik dari sebuah
pekerjaan besar yang dilakukan dengan cara musiman dan tidak
professional. Hal ini sesuai dengan Sabda Rasullulah yang
berbunyi "Sebaik-baiknya pekerjaan adalah yang dilakukan penuh
ketekunan walaupun sedikit demi sedikit." (H.R. Tirmidzi).
Kompentensi dan kejujuran adalah dua sifat yang membuat seseorang
dianggap sebagai pekerja unggulan sebagaimana yang dinyatakan dalam
Surah Al Qashash ayat 26.

Standard Al Quran untuk kepatutan sebuah pekerjaan adalah
berdasarkan pada keahlian dan kompetensi seseorang dalam bidangnya.
Ini merupakan hal penting, karena tanpa adanya kompentensi dan
kejujuran, maka bisa dipastikan tidak akan lahir efisiensi dari
seseorang. Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi manajemen sebuah
organisasi (perusahaan) untuk menempatkan seseorang sesuai dengan
kompetensinya.

Berdasarkan ayat-ayat di atas, dapat disimpulkan, bahwa Islam
mengajarkan SDM dalam sebuah perusahaan merupakan salah satu capital
bukan sebagai cost unit. Dengan demikian, penanganan SDM sebagai
human capital, bukanlah sesuatu yang baru dalam aktivitas ekonomi
Islami.


Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)