Minggu, 16 Desember 2007

Fwd: [Republika Online] Mahasiswa Menolak Pemberian Kondom Gratis





27 Nopember 2007  23:18:00
Mahasiswa Menolak Pemberian Kondom Gratis
Jakarta-RoL-- Sekelompok Mahasiswa yang tergabung dalam Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Indonesia {FSLDK) Indonesia menolak pemberian kondom gratis dalam rangka hari AIDS Internasional 1 Desember mendatang. 

Siaran pers yang diterima Republika menyebutkan, hal ini mengemuka dalam pernyataan sikap yang dibacakan
Ketua Puskomnas FSLDK, Dani Setiawan , dalam Seminar Anti Pornografi di UI Depok, Selasa. AIDS, menurut FSLDK, pada dasarnya adalah penyakit yang ditimbulkan oleh penyimpangan prilaku manusia, alangkah dangkalnya jika solusi yang ditawarkan hanya secara medis apalagi dengan menganjurkan penggunaan kondom.
 
"Pencegahannya adalah dengan merubah prilaku seksual ke arah yang benar, bukan dengan kondomisasi ", ujar Dani.
Seminar yang diadakan di Balai Sidang Djokosoetono FH Universitas Indonesia itu, juga menolak cara-cara pelegalan sex bebas yang dibalut dengan kampanye anti AIDS. "Secara sosial, upaya kondomisasi itu akan menimbulkan praktek perzinahan dan prostitusi secara massif." tambah Dani yang juga Mahasiswa Universitas Airlanga Surabaya ini. 

Oleh karena itu, FSLDK dalam secara konsisten mengadakan pemberantasan penyebaran AIDS melalui penyadaran moralitas di kalangan mahasiswa dan remaja. "Saat ini sedang digalakkan program pembinaan akhlak berupa mentoring keislaman di lebih dari 100 kampus di Indonesia", papar Dani Ketua Puskomnas FSLDK Indonesia
FSLDK juga menyoroti pencegakan penyakit masyarakat dan pergaulan bebas lebih diakibatkan oleh tidak adanya payung hukum yang jelas terhadap tindakan amoral. Menurut Syarif Hidayatulloh , Ketua LDK SALAM UI yang bertindak sebagai penyelenggara seminar, mengatakan, FSLDK selama satu tahun ini sangat menyesalkan kelambanan DPR dalam mengesahkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. "Padahal gelombang pornografi dan pornoaksi sangat keras menggedor ruang publik dan ruang individu yang sebagian besar adalah remaja dan anak-anak, "tandas Syarif, yang juga mahasiswa FMIPA UI.
Karena itu, LDK Salam UI dan FSLDK sebagai bagian dari mahasiswa Indonesia yang beranggotakan 500 kampus dan lebih dari 15.000 mahasiswa se-Indonesia mendesak pemerintah dan DPR agar segera mengesahkan RUU APP. " LDK Salam UI dan FSLDK konsisten dalam melawan setiap budaya pornografi dan pornoaksi yang akan menjerumuskan masyarakat ke dalam lembah kehinaan" tegas Dani Setiawan yang juga peserta Program Beasiswa Nasional PPSDMS Nurul Fikri. 

RUU ini diharapkan memiliki cukup legitimasi baik dari sisi yuridis maupun sosiologi. FSLDK juga menyesalkan perdebatan prokontra RUU APP yang terkesan bermuatan sektarian. "RUU Ini bukan bukan hanya bagi kalangan Umat Islam, namun untuk menjamin kehidupan yang beradab dan sehat di tengah-tengah masyarakat kita secara keseluruhan." tandas Dani yang juga mahasiswa fakultas hukum UNAIR Surabaya.
Folow up seminar yang dipenuhi ratusan pelajar dan mahasiswa se Jabotabek ini akan diteruskan dalam bentuk aksi bersama FSLDK ke DPR RI, pemerintah, dan KPI agar lebih tegas dalam mendorong pengesahan RUU APP. "Kalau sampai pertengahan tahun 2008 tidak disahkan, Kami mengancam akan mengadakan aksi yang lebih besar lagi" imbuh ketua Puskomnas FSLDK kepada media. pur


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=315239&kat_id=23

Fwd: [Republika Online] Pemanasan Global dan Dampaknya Bagi Umat Manusia




28 Nopember 2007
Pemanasan Global dan Dampaknya Bagi Umat Manusia

Hiruk pikuk konferensi PBB mengenai perubahan iklim di Bali pada 3-14 Desember mendatang sudah terdengar. Semua orang berbicara mengenai pemanasan global, perubahan iklim, dan hajatan besar yang dihadiri sekitar 150 negara tersebut. Namun, apa sebenarnya pemanasan global dan perubahan iklim itu?

Dalam atmosfer bumi yang kita tinggali ini pada dasarnya terkandung gas-gas yang disebut gas rumah kaca (GRK). Gas-gas ini, terdiri atas enam gas, namun utamanya adalah karbon dioksida (CO2), dan dalam konsentrasi tertentu dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi tetap hangat.

Gas-gas tersebut berfungsi menahan sebagian panas yang dipantulkan bumi. Ini ibarat fungsi lapisan kaca pada sebuah rumah kaca ( green house). Inilah mengapa suhu rumah kaca lebih hangat dibandingkan suhu di luar. Tanpa GRK, suhu bumi akan jatuh dan mustahil untuk ditinggali manusia. CO2 ideal di atmosfer bumi mengomposisi sekitar 0,03 persen. Dengan komposisi ini, rata-rata suhu bumi yang sebesar 15 derajat Celcius akan tetap terjaga. Dengan kata lain, iklim berjalan normal dan manusia bisa hidup seperti biasa.

Sebagai perbandingan, suhu rata-rata planet Mars yang atmosfernya tak mengandung CO2 adalah minus 50 derajat Celcius. Sementara planet Venus yang atmosfernya mengandung 96 persen CO2 memiliki suhu rata-rata 420 derajat Celcius.

Masalah muncul ketika konsentrasi CO2 di atmosfer bumi meningkat. Menurut perhitungan para ahli, sebelum Revolusi Industri lebih dari dua abad silam, konsentrasi CO2 di atmosfer tercatat sebesar 280 part per million (ppm). Namun, sejak Revolusi Industri, konsentrasi ini mengalami peningkatan sebesar 100 ppm. Sebanyak 50 di antaranya terjadi dalam kurun 200 tahun sejak Revolusi Industri. Sementara sisanya terjadi dalam kurun 33 tahun terakhir, dari 1973 hingga 2006.

Bertambahnya konsentrasi CO2 ini jelas mengakibatkan meningkatnya rata-rata suhu bumi. Masih menurut perhitungan para ahli, secara kasar, rata-rata suhu udara di dekat permukaan bumi meningkat sebesar 0,74 derajat Celcius selama satu abad terakhir.

Dengan laju peningkatan emisi CO2 saat ini, rata-rata suhu permukaan bumi diproyeksi akan mengalami peningkatan yang lebih tajam sepanjang abad ke-21, yakni sebesar 1,1-6,4 derajat Celcius. Fenomena inilah yang disebut-sebut sebagai efek rumah kaca atau pemanasan global. Fenomena yang terjadi sepanjang abad ke-20 ini diyakini memiliki dampak besar bagi kehidupan manusia.

Peningkatan permukaan laut
Meningkatnya suhu bumi dipercaya berkontribusi besar pada peningkatan permukaan air laut. Mengapa? Pertama, naiknya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan mencairnya daratan es di Kutub Utara dan Selatan. Kedua, suhu lautan yang meningkat akan memicu pemuaian massa air laut.

Menurut perhitungan, sejak 3.000 tahun lalu hingga awal abad ke-19, peningkatan permukaan air laut berjalan konstan sebesar 0,1-0,2 mm per tahun. Namun, sejak 1900, permukaan laut meningkat 1-2 mm per tahun. Perhitungan lebih akurat dihadirkan oleh satelit Poseidon milik AS pada 1993. Saat itu diketahui permukaan laut meningkat sebesar kurang lebih 3,1 mm per tahun.

Angka ini tak boleh dianggap enteng. Dengan laju peningkatan saat ini, maka permukaan air laut pada 2100 akan meningkat sebesar 280-340 mm dari level 1990. Ini artinya peta dunia harus digambar ulang. Sebagian Kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku akan tenggelam. Di AS, semenanjung Florida dan Manhattan, yang amat terkenal dengan tumpukan pencakar langitnya, tenggelam. Sementara negara-negara kepulauan kecil seperti Maladewa, termasuk negara-negara kecil lainnya di Pasifik, tinggal sejarah.

Maladewa, negara koral yang perekonomiannya bertumpu pada pariwisata pantai, sangat menyadari hal ini. Tak heran jika jargon pariwisata mereka berbunyi 'Kunjungilah kami selagi kami masih ada di sini'. Bisa dibayangkan berapa ratus juta, bahkan miliaran, penduduk dunia yang tinggal di daerah-daerah pesisir harus diungsikan. arp


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=315253&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Dicintai Allah





25 Oktober 2007
Dicintai Allah
Nasrullah Nurdin

Salah satu sifat yang dimiliki manusia adalah selalu ingin dicintai, dikasihi, dan disayangi. Sifat ini merupakan fitrah bagi setiap individu.

Selaku hamba Allah SWT kita pasti ingin dicintai dan disayangi-Nya. Karena orang yang termasuk dalam kategori ini akan hidup selamat, sejahtera, dan bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Bagaimana agar dicintai Allah SWT? Pertama, bertakwa. Para ulama memberikan definisi takwa yakni mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya. Takwa berarti pula takut kepada Allah, azab (siksaan), dan ancaman-Nya. Dalam Alquran disebutkan, ''Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.'' (QS Ali Imran <3>: 76).

Kedua, at-tawwabin (orang-orang yang bertobat) kepada Allah. Bertobat berarti menyadari seluruh dosa dan kesalahan yang pernah kita perbuat, kemudian berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, serta memperbanyak amaliah kebajikan untuk menutupi kesalahan yang lalu. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyucikan diri.'' (QS Al-Baqarah <2>: 222).

Ketiga, menyucikan diri. Mereka disebut al-mutahhirin, yaitu orang yang membersihkan dirinya dari kotoran jasmaniah maupun rohaniah. Islam sangat menjunjung tinggi konsep kebersihan, karena kebersihan itu sebagian dari iman dan pangkal kesehatan. Begitu pentingnya, sampai-sampai dalam beberapa literatur kitab fikih, para ulama meletakkan masalah kebersihan ( an-nadzhofah) paling awal.

Keempat, bersabar. Sifat sabar termasuk budi pekerti luhur (al-akhlak al-mahmudah ). Orang yang sabar yaitu orang-orang yang dapat menerima aneka macam cobaan dan ujian dari Allah dengan lapang dada. Orang yang sabar akan mendapatkan ganjaran yang besar. (QS Al-Furqan <25>: 75). Pada redaksi lain, ''Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang sabar.'' (QS Ali Imran <3>: 146).

Kelima, bertawakal. Bertawakal berarti berserah diri kepada qadha dan qadar Allah setelah berusaha sekuat tenaga dan sesuai kemampuan setiap insan. Dalam Alquran, Allah SWT berfirman, ''Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai (menyukai) orang-orang yang bertawakkal.'' (QS Ali Imran <3>: 159). Semoga kita termasuk orang-orang yang disukai dan dicintai Allah SWT, tentunya dengan mengerjakan sifat-sifat terpuji di atas, kendati tidak seluruhnya. Amin.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=311285&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] 'Waspada Mengonsumsi Daging Impor'




24 September 2007
'Waspada Mengonsumsi Daging Impor'
uba

JAKARTA --- Kisrus peredaran daging di Indonesia yang banyak masalah, makin tak membuat nyaman konsumen. Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan (LP-POM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, juga memberikan sinyal kewaspadaan bagi umat.

Mereka meragukan kehalalan daging impor, terutama asal Australia dan Selandia Baru yang beredar luas di Indonesia. Untuk itu, sebaiknya importir daging asal kedua negara yang memonopoli peredaran daging di Indonesia itu diaudit kembali, seperti terhadap importir daging dari negara lainnya. Sebelum ini daging impor yang banyak disorot adalah asal Kanada.

Perlunya kewaspadaan ini apalagi ditemukan sejumlah daging ekspor Australia ke Cina dan Rusia -- yang tidak disyaratkan memenuhi tata cara potong hewan sesuai syarat -- ternyata ikut masuk ke Indonesia.

Audit ulang penting dilakukan agar daging impor yang dikonsumsi masyarat, khususnya umat Islam, terjaga kehalalannya. `'Hal ini penting terutama untuk menjaga agar masyarakat mendapatkan daging yang halal dan aman. Jadi kepastian inilah yang perlu dijamin. Sedangkan kami meragukan cara memotong hewan di Australia,'' ujar Direktur LP-POM MUI DKI Jakarta, Drs H Abu Bakar, di Jakarta, Sabtu (22/9) malam.

Menurut Abu Bakar, berdasarkan data di Departemen Pertanian, Australia setiap tahunnya mengekspor daging sekitar 80.000 ton -- atau 70 persen dari hasil ternaknya -- ke Indonesia. Dengan jumlah sebesar itu, LP-POM MUI DKI tidak yakin semua daging sapi tersebut dipotong sesuai dengan syariat Islam.

Yang dikhawatirkan, bisa saja untuk mempercepat waktu, hewan itu dalam keadaan hidup begitu saja dijebloskan ke dalam mesin potong dan keluarnya sudah terpotong-potong rapi. `'Padahal untuk memotong satu ekor sapi saja sesuai dengan ajaran Islam, membutuhkan waktu satu-dua jam, karena tidak bisa sembarangan potong dan harus dibacakan doa dulu,'' kata Abu.

Peran Islamic Body
Sementara Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Pertanian (Deptan), Turni Rusli Syamsudin, menyatakan, selama ini sistem jaminan kehalalan daging asal rumah pemotongan hewan (RPH) luar negeri dilakukan oleh Deptan bekerja sama dengan LP POM MUI. Setiap RPH yang akan melakukan pemotongan sapi secara halal disupervisi dan diawasi oleh Islamic Body.

Lembaga tersebut harus menempatkan paling tidak satu orang yang menjadi pegawai tetap di RPH. ''Jadi bila ada daging impor maka itu harus jelas dahulu statusnya. Bukan hanya bebas dari ancaman penyakit, perihal rumah potong dan petugas pemotongnya juga harus jelas memenuhi kualifikasi agar produk daging yang dihasilkannya halal,'' kata Turni.

Selain itu, dalam sertifikat halal daging harus dicantimkan: nama dan nomor sertifikat 'juru sembelih' serta waktu pemotongan. Dengan demikian akan dapat terekam dan dipantau berapa jumlah sapi yang dipotong sehingga jumlah daging dan jeroan halal yang akan diekspor ke Indonesia mudah diawasi.

Perihal adanya produk daging Australia yang seharusnya diekspor ke Rusia dan Cina tapi 'nyelonong' ke Indonesia, Turni mengatakan, hal itu bisa saja terjadi karena pengimpor sembarang dalam mengambil barangnya. ''Tapi nantinya soal ini akan kami tinjau dan akan diawasi melalui mekanisme pemeriksaan pererdaran produk. Yang jelas yang seharusnya ke Rusia dan Cina itu diragukan kehalalanya,'' tandasnya.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=308048&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Melihat Hilal dengan TIK





11 September 2007
Melihat Hilal dengan TIK

Mohammad Nuh
Menteri Komunikasi dan Informatika, Dosen Jurusan Teknik Elektro-ITS

Ketika terbetik rencana pemerintah melalui Departemen Agama yang dibantu Departemen Komunikasi dan Informatika akan mengadakan sidang itsbat --berkait dengan penentuan awal Ramadhan 1428 H-- dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ada sebagian masyarakat yang bertanya-tanya tentang kemungkinan dan keabsahan hukumnya.

Ide pemanfaatan TIK untuk membantu rukyat diawali pada saat halaqah ulama se-Jawa tiga bulan yang lalu di Malang, Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada suatu fakta masih adanya perbedaan dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan. Perbedaannya bukan saja satu hari, tapi bisa dua hari, yang menurut kaidah rasionalitas keilmuan sama sekali tidak lazim. Perbedaan itu muncul akibat keragaman pendekatan yang digunakan yang pada awalnya hanya ada dua; (i) rukyat dengan wilayatul hukmi Indonesia dan (ii) hisab, dan belakangan muncul pendekatan yang lain yaitu rukyat dengan wilayah hukum global.

Meskipun adanya perbedaan selama ini belum menimbulkan 'religio-chaostic' karena adanya toleransi dan sikap saling menghormati, yang biasanya untuk menenangkan umat akibat perbedaan tersebut, para ulama dan pimpinan kita selalu menyampaikan dua hal, yaitu: (i) keyakinan merupakan landasan utama dalam beribadah, oleh karena itu dipersilakan mau berpuasa dan ber-Idul Fitri hari A atau B, yang penting berpuasa dan shalat Id. Dan, (ii) perbedaan dalam kalangan umat adalah rahmat, kutipan salah satu hadis Nabi.

Namun, di balik toleransi dan saling menghormati tersebut, banyak di antara intelektual muda Muslim dan umat yang selalu merindukan persatuan dan kebersamaan meminta kepada para pemegang otoritas baik dari pemerintah maupun organisasi keagamaan untuk mengakhiri kebiasaan berbeda dengan membangun sistem yang lebih tangguh dan dapat dipercaya. Toleransi dan penghormatannya bukan semata-mata dilakukan terhadap keputusan yang telah diambil, akan tetapi toleransi dan penghormatan tersebut dibangun sejak dalam proses penentuannya, termasuk dalam hal memilih pendekatan yang akan digunakan (tentu selama pendekatan tersebut secara saintifik tetap bisa dipertanggungjawabkan).

Dari kecenderungan dan kemungkinan serta kebiasaan berbeda muncul dua konsep untuk meminimasi atau mengakhiri perbedaan tersebut yaitu: (i) penentuan lembaga atau institusi yang memiliki hak (otoritas) dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, dan (ii) pendekatan teknis yang digunakan untuk melihat hilal. Dalam hal lembaga atau institusi yang memiliki hak, barangkali metode benchmarking yang diikuti dengan kajian hukum Islam (fiqh) bisa digunakan. Di seluruh dunia, negara-negara Islam, negara yang mayoritas Islam, atau di negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) misalnya, siapa atau lembaga apa yang diberikan kewenangan untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan? Begitu kita telah menyepakati lembaganya, maka kita semua termasuk organisasi keagamaan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menghormati, mematuhi, dan mengikuti keputusan yang telah ditetapkan.

Perbedaan yang muncul bukanlah pada daerah salah dan benar, tetapi pada daerah 'kebolehan', untuk itu rasanya lebih mulia bagi umat ini, kalau keputusan yang diambil dalam sidang isbat nantinya adalah keputusan bulat, dipatuhi, dan diikuti oleh masyarakat secara keseluruhan. Jadi, apa yang telah dilakukan oleh organisasi keagamaan dan masyarakat bersifat membantu, men- support sidang isbat dalam mengambil keputusan. Setelah kelembagaan dengan otoritasnya disepakati, maka persoalan kedua adalah pendekatan teknis (metode) yang akan digunakan. Metode yang digunakan dapat memengaruhi kredibilitas keputusan yang diambil. Selama ini, rukyat dilakukan oleh seseorang yang tersumpah baik dengan menggunakan teropong maupun mata telanjang di beberapa lokasi yang diperkirakan memungkinkan untuk melihat hilal. Informasi dari para perukyat yang tersebar di berbagai lokasi tersebut disampaikan kepada Departemen Agama (di Jakarta) sebagai bahan sidang isbat.

Dalam memanfaatkan TIK untuk rukyat, metode yang selama ini digunakan sifatnya subjektif personal, diganti dengan metode baru yaitu objektif publik. Metode baru tersebut menggunakan algoritma (alur pikir) sebagai berikut: (i) tentukan lokasi yang memenuhi syarat dimungkinkannya melihat hilal. Untuk tahun ini akan dilakukan di Aceh, Makassar, Papua, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jakarta, (ii) arahkan teropong ke koordinat di mana kemungkinan munculnya hilal (melalui perhitungan), (iii) Pancarkan secara online (live) hasil peneropongan di setiap wilayah melalui internet-based dan televisi baik ke ruang sidang isbat maupun secara umum ke publik. Dengan demikian, para peserta sidang isbat dan masyarakat umum dapat secara langsung mengikuti hasil pemantauan dari setiap wilayah tersebut. Untuk mengantisipasi pengaruh cuaca, koordinasi dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) telah dilakukan.

Metode baru tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan akurasi rukyat, sehingga kredibilitas rukyat bisa lebih dipertanggungjawabkan, baik secara publik maupun saintifik. Uji coba metode baru tersebut telah dilakukan melalui Observatori Bosscha ITB di Lembang, Bandung, dan dipancarkan secara online melalui internet dan TVRI untuk melihat gerhana bulan total pada 28 Agustus 2007. Uji yang sama dilakukan melalui internet untuk melihat hilal pada saat akhir Rajab dan awal Sya'ban. Dan, alhamdulillah, memberikan hasil yang baik.

Dengan demikian, pemanfaatan TIK untuk rukyat ini diharapkan dapat meminimasi perbedaan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Dan, tentu kita berharap metode baru ini juga bisa digunakan sebagai bagian dari proses pembelajaran masyarakat untuk memahami fenomena alam (sunatullah) sebagai upaya mensyukuri dan mengagungkan kesempurnaan Allah SWT. Dan kita berdoa, mudah-mudahan dengan metode ini Allah SWT menganugerahkan keberhasilan sebagai wasilah meningkatkan persatuan dan kesatuan umat di negeri yang kita cintai, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Insya Allah.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=306474&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Melihat Bukti Kejayaan Islam




07 September 2007
Melihat Bukti Kejayaan Islam

Sejak lama umat Islam di Indonesia dicekoki sejarah bahwa Islam pernah mengungguli bangsa Barat dalam hal sains, teknologi, dan perkembangan budaya. Namun, kita hanya mengenal karya tertulis mereka. Jika berkunjung ke Iran, kita bisa menyaksikan saksi dari kecanggihan perkembangan teknologi umat Islam abad pertengahan. Masjid Jami dan bangunan teknik di Iran adalah salah satu buah dari kecanggihan teknologi baik fisik, arsitektur, maupun budaya itu.

Masjid Imam (Imam Mosque) yang berada di Grand Bazaar Esfahan menjadi contoh sebuah perpaduan yang sempurna dari masjid sebagai pusat kegiatan umat. Masjid ini dibangun pada tahun 1600-an masa Raja Abbasiah I (dinasti Safavid). Lokasinya di pasar terbesar yakni Grand Bazaar. Masjid Imam menjadi center point areal Grand Bazaar.

Arsitektur masjid ini dirancang oleh Ali Esfahani di atas lahan total seluas 12.264 meter pesegi. Masjid ini diperkirakan menghabiskan 18 juta batu bata dan 472.500 keramik. Hampir seluruh dinding masjid ditutup keramik mozaik dengan perpaduan warna biru (turquise) dan coklat, serta kuning. Ada juga penutup tiang dari marmer hijau yang tampak amat jernih. Motif keramik bervariasi dari bunga, geometris (perpaduan Indo Europian dan Sasanid).

Satu hal yang juga telah dipikirkan arsitek masjid pada abad ke-17 ini adalah bangunan tahan gempa. Arsitek Iran memahami bahwa wilayahnya termasuk ring of fire dan ring of earthquake. Jadi, mereka harus mendesain bangunan yang kokoh dan tak goyah oleh gempa. Buktinya, berabad-abad masjid itu masih tegak berdiri.

Di Masjid Imam, tiang-tiang utama penyangga bangunan dibuat beberapa lapis. Tiang dengan tinggi sekitar 50 meter dibagi menjadi empat bagian mulai dari dasar, bawah, tengah, dan penopang atap. Pada setiap pertemuan antarsisi terdapat besi dan kayu yang menyerupai per. Sehingga, jika gempa mengguncang, tiang hanya akan bergoyang dan bangunan pun tetap berdiri hingga sekarang.

Di Masjid Jami, pemisah tiang berupa kayu yang bisa bergeser jika terjadi gempa. Masjid Jami dibangun pada masa dinasti Seljuk sekitar abad ke-9 Masehi dan tampak masih sangat kokoh. Berbeda dengan Masjid Imam yang semua dinding ditutup keramik, Masjid Jami dibuat dari bata saja tanpa diplester dan diaci. Baik di Masjid Jami maupun di Masjid Imam, per dan kayu dapat terlihat jelas karena ada bagian beton yang terkelupas dan bagian kayu yang menjorok keluar.

Dahulu, pasti belum ada teknologi pengeras suara. Karena, teknologi modern baru berkembang setelah zaman renaisance. Tapi, sang arsitek Muslim telah memikirkan bagaimana caranya seluruh jamaah dapat mendengarkan suara imam dan bilal dengan jelas. Dome atau kubah masjid menjadi kunci utama. Kubah masjid yang bagian luarnya juga dihias dari keramik bermotif bunga dengan warna hijau dan biru turquoise, ternyata terdiri atas dua lapis kubah, luar dan dalam. Antara kedua bagian itu terdapat ruang kosong.

Pada ruang shalat, di belakang imam, tepat di bawah titik tengah kubah terdapat batu hitam. Di situlah sang bilal ( muazin) atau yang mengiringi imam shalat berdiri. Sehingga, ketika bilal mengumandangkan azdan, iqamat, atau takbiratul ihram mengikuti imam, suaranya bisa didengar di seluruh bagian masjid. Suaranya bergema dan itu masih bisa dilakukan hingga sekarang, beberapa abad setelah masjid dibangun. Masjid ini juga dilengkapi teknologi astronomi yang terkesan sederhana namun sulit bagi sebagian awam memikirkan hal itu.

Pada salah satu sisi Masjid Imam, terdapat bagian beton fondasi yang menjorok ke luar. Tingginya sekitar 25 cm. Sepintas, beton itu adalah bagian dari fondasi biasa karena bentuknya mirip teras kecil. Tapi, ternyata fungsinya lebih dari itu. Bayangan beton itu memiliki fungsi astronomi yang masih tepat digunakan untuk menaksir shalat Dzuhur. Jika di sisi kanan beton masih terlihat bayangan, maka belum masuk waktu shalat Dzuhur. Orang akan mulai shalat, tepat saat di bawah atau sekitar beton itu tak ada bayangan lagi. Sehingga, bisa diartikan matahari tegak lurus di atas beton.

Posisi Iran yang berada di area subtropis, melahirkan ide tersendiri bagi para arsitek masjid. Namun, mereka hidup di zaman pertengahan sehingga teknologi tingkat tingginya tetap berdasarkan pada alam. Iran memiilki musim salju dan musim panas. Maka, biasanya ada ruang bawah tanah, dan lorong-lorong yang memanjang dari gerbang hingga ke tempat shalat utama. Sehingga, jamaah bisa berlindung dari panas terik jika musim panas atau salju yang tingginya bisa mencapai 10 cm pada musim dingin. Ruang terbuka biasanya digunakan jamaah untuk shalat Jumat saat musim semi atau musim gugur.

Untuk membuat udara di dalam masjid tetap sejuk maka dibuat tiang seperti menara yang cukup tinggi. Pada bagian atas menara terdapat lubang angin yang akan menangkap aliran angin di luar untuk dialirkan ke bagian dalam. Maka masjid pun tetap sejuk meski udara di luar amat panas.

Pakar pembangunan masjid dari ITB, Ahmad Nu'man, menyatakan apa yang terjadi di Iran sebelum abad pertengahan menunjukkan bahwa arsitek masjid amat memperhatikan ilmu pengetahuan dalam merancang struktur masjid yang kokoh. ''Jadi, mereka sudah mempelajari zona gempa sehingga siap mengaplikasikan pada bangunan masjid,'' tutur dia.

Menurut Nu'man, amat penting mempelajari bangunan yang rusak saat gempa terjadi. Soal suara yang memantul karena dome yang dibuat dua lapis, menurut arsitek Masjid At Tiin dan Masjid Salman ITB itu juga bentuk lain dari penguasaan teknologi akustik yang diterapkan juga pada musik. tid


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=306059&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Kisah Tentang Hilangnya Generasi




10 September 2007
Kisah Tentang Hilangnya Generasi
ruz

Sesosok laki-laki bertubuh kurus kering, berkulit hitam dekil, rambut gimbal acak-acakan, sangat tak terawat, tampak mengais-ngais tempat sampah. Sosok tersebut menarik perhatian Nurdin untuk mempertegas pandangan matanya. Raut wajah yang tak asing dalam ingatan Nurdin.

''Doyok! Apa kabar?'' sapa hangat Nurdin kepada lelaki itu. Tidak ada jawaban dan yang terdengar justru tertawaan dengan mata melotot. ''Ah masak sih Doyok jadi gila gitu,'' ucap Nurdin yang masih tampak terpana tak pecaya dan kembali menoleh ke arah lelaki itu.

Doyok dan Nurdin sama-sama warga Kompleks Perumnas, Beji, Depok Utara, Kota Depok. Doyok hanyalah nama panggilan. Usianya empat tahun lebih tua dari Nurdin yang kini berusia 40 tahun. Semasa remaja, Doyok, pemilik nama asli Dwi Wibowo, merupakan sosok periang, humoris, dan sangat menyenangkan dari keluarga perwira polisi yang cukup berada.

Perilakunya berubah semasa kuliah. Doyok menjadi sosok yang sangat beringas dan ditakuti di seantero kampung. Kala itu Doyok juga terkenal sebagai BD (bandar), juga pemakai narkoba jenis ganja dan obat-obatan daftar G (BK, Nipam, Magadon, Leksotan dan Rohipnol). Sejak itu, keluar masuk penjara menjadi langganannya.

Tentu ulah Doyok itu membuat keluarga besarnya malu. Akibat kecanduan narkoba, sedikit demi sedikit harta keluarga berikut rumah habis dijual. Hal itu membuat kedua orang tuanya stres dan jatuh sakit, tidak beberapa lama kemudian ayahnya meninggal dunia, dan disusul sang bunda. Sejak itu Doyok hidup luntang-lantung dan kini kesehariannya mencari makan dari sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat-tempat sampah.

Kisah tragis Doyok juga dialami lelaki yang akrab disapa Tijen, jauh lebih muda dari Doyok. Usianya 35 tahun. Masa remajanya di tahun 1990-an, dia merupakan seorang BD sekaligus pemakai narkoba jenis cimeng (ganja), putau (krak heroin) dan shabu-shabu (bubuk amphetamin).

Akibat candu narkoba jenis putau dengan penggunaan jarum suntik, Tijen divonis mengidap HIV/AIDS. Hal itu membuatnya frustrasi dan selama dua tahun Tijen hidup dengan kondisi setengah gila. Pada Juli lalu Tijen akhirnya meninggal dunia.

Doyok dan Tijen hanyalah contoh pecandu narkoba dari puluhan pecandu narkoba yang masih hidup maupun yang sudah meninggal di kawasan kompleks Perumnas, Beji, Depok Utara.

Banyak generasi muda di kawasan ini meninggal dengan selang waktu yang relatif cepat. Pada era 1998 sampai 2004, hampir setiap sebulan sekali dua sampai tiga pemuda meninggal selain karena overdosis (OD), juga karena berbagai macam komplikasi penyakit seperti paru-paru, jantung, lever, hepatitis, sampai HIV/AIDS.

Situasi dan kondisi di kawasan yang berada tidak jauh dari pintu belakang Kampus Universitas Indonesia (UI) saat ini sudah menjadi 'kampung mati'. ''Sebagian besar remaja sudah habis, mati! Pernah pada 2001, hanya dalam waktu sebulan mencapai 10 orang mati karena overdosis. Mati kok kayak janjian aja,'' tutur Deddy Rinaldi, pengurus RW 07, Beji, Depok Utara. ''Bisa dibilang saat ini sudah tidak ada lagi remaja atau pemuda. Kalaupun ada yang tersisa, yang tampak remaja atau pemuda stres dan gila,'' tutur Dedi lagi.

Novli Adri yang mengambil inisiatif membentuk Gerakan Anti-Putau dan Shabu (GAPS) di kawasan tersebut mengatakan, memang saat ini di kampung tersebut terkesan lebih tenang, sepi, dan agak bersih dari narkoba. ''Itu tidak lain karena banyak pecandu yang sudah mati atau sedang mendekam di balik jeruji besi,'' ungkap dia.

Akibat rangkaian kematian itu, Novli menuturkan, kini sudah tidak tampak dan terdengar lagi remaja yang giat berolah raga, aktif berkesenian, pengajian di masjid, dan berbagai macam aktivitas keorganisasian di Karang Taruna masing-masing RW mauupun organisasi remaja masjid. Padahal, dulu setiap hari, kampung tersebut semarak dengan segala aktivitas.

Keceriaan dan berbagai macam aktivitas itu semakin hilang dengan cepat seiring mulai mewabahnya putau dan shabu-shabu pada 1995-an. Secepat kilat hampir seluruh remaja perilakunya berubah menjadi brutal. Hampir setiap hari terjadi perkelahian di antara mereka. Di setiap pojok jalan tampak kumpulan remaja berpesta seks dan narkoba yang dilakukan tidak kenal waktu. Transaksi narkoba berlangsung bebas dan sangat terbuka. Pemakai bisa langsung memakainya di tempat atau membawanya pulang.

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Erlangga Masdiana, mengatakan persoalan pemberantasan peredaran narkoba tidak bisa semata datang dari para penegak hukum terutama polisi, tapi juga dari masyarakat itu sendiri. ''Apa kita mau kehilangan satu generasi gara-gara narkoba?'' kata Erlangga. Dia menilai aparat kepolisian selama ini tidak serius dalam memberantas penggunaan dan peredaran narkoba.

Kabid Penegakan Hukum (Gakum) Badan Narkotika Kota (BNK) Depok, Kompol Mulyanto, menegaskan bahwa upaya memerangi peredaran narkotika dan psikotropika harus didukung masyarakat. Pemberantasan tanpa dukungan dari masyarakat akan sulit tercapai secara optimal. Dia menambahkan bahwa kasus narkoba di Kota Depok menjadi kasus yang dominan dalam persidangan di tingkat Pengadilan Negeri Kota Depok.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kejaksaan Negeri Kota Depok, pada 2004 terdapat 277 kasus narkoba di Kota Depok dengan pelakunya 266 laki-laki dan enam wanita dengan rata-rata kelompok umur 10-28 tahun. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan berkisar 30 pesen dan pada tahun 2006 naik 50 persen. Dari jumlah kasus tersebut, baru 50 persen yang disidangkan.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=306333&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Siksaan Krisis Minyak Tanah




03 September 2007
Siksaan Krisis Minyak Tanah

Selepas Shalat Subuh awal pekan lalu, Rohati (29 tahun) yang tinggal di rumah petak di kawasan Ragunan, Jaksel, bersemangat bangun pagi. Dia lalu bersih-bersih rumah, mencuci pakaian, dan mandi.

Sebelum anaknya yang berumur 18 bulan bangun, ia sudah bergegas pergi ke warung di ujung gang untuk membeli bahan makanan mentah yang akan dimasaknya. Sementara suaminya, sebut saja Nasir (35 tahun), sibuk membaca koran dan menonton tayangan berita di televisi, sebagai sarapan utama menjelang berangkat kerja.

Pulang dari warung, Rohati hanya membawa seikat bayam. Suaminya pun bertanya-tanya. Bukankah saat istrinya kembali itu masih cukup pagi untuk mendapatkan bahan masakan yang lengkap sehingga bisa makan empat sehat lima sempurna di rumah? Batin sang istri seperti dapat menangkap keheranan itu. ''Tak jadi belanja, percuma enggak ada minyak tanah yang bisa dibeli. Ini cuma beli bayam karena bisa dimasak di magic jar untuk makan si kecil,'' tutur Rohati kepada suaminya.

Rohati lalu bercerita, warung sayuran Mbak Siti yang jadi langganannya tiap pagi, hari itu bisa rugi besar. Sebab, belasan ibu rumah tangga yang datang 'menyerbu', memilih urung berbelanja sayuran dan lauk-pauk mentah karena jeriken minyak tanahnya tak dapat diisi sehingga kompor tak bisa difungsikan untuk memasak.

Sampai sehari sebelumnya, di warung itu minyak tanah masih bisa didapat, kendati harganya terus merambat naik menjadi Rp 4 ribu hingga Rp 5 ribu per liter seiring menipisnya persediaan. ''Sekarang habis stok dan belum ada pasokan lagi,'' kata pemilik warung sambil was-was sayurannya yang dibeli dari Pasar Minggu sewaktu subuh menjelang, akhirnya membusuk dan mubazir tak terjual, sehingga modal pun tak kembali.

Di rumah, Rohati pun bingung. Suaminya menghibur, ''Sudahlah, untuk sementara kita beli makanan siap santap di warteg.'' Solusi ini disepekati. Tiba-tiba si kecil bangun dan minta dibuatkan susu. Rohati baru sadar, air panas di termos sudah habis. Kebingungan pun menumpuk.

Untungnya ia masih bisa memberi ASI. Tapi kegusarannya tidak hilang, karena si kecil biasanya tidak bisa kenyang hanya dengan netek, kalau belum minum 5-6 botol susu bayi instan dalam sehari. Langkah suaminya untuk pergi kerja pun tersendat. Nasir tak tega meninggalkan anak dan istrinya dalam situasi darurat di rumah. Sebenarnya dia ingin sekali mencoba berkeliling untuk mendapatkan minyak tanah.

Cuma, berita di koran maupun televisi yang menggambarkan betapa hebatnya antrean pembeli minyak membuat dia tak bersemangat untuk mewujudkan niat tersebut. Suasana hening sebentar sampai Rohati kemudian mengeluarkan unek-uneknya. ''Kenapa sih minyak tanah bisa langka begini, Mas?'' Nasir menjawab dengan tangkas, ''Menurut berita, Pertamina sengaja mengurangi 70 persen pasokan untuk memuluskan program pemerintah mengonversi penggunaan minyak tanah ke gas elpiji. Jadi, ini suasana menderita yang disengaja.'' Rohati tak berhenti mengeluh.

Rohati tidak sendiri. Dalam dua pekan terakhir, warga Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga merasakan hal yang sama. ''Saya sudah dua minggu terakhir ini tidak lagi menjual minyak tanah karena harus antre untuk mendapatkan di pangkalan penjualan minyak tanah,'' kata Samsudin, salah seorang penjual minyak tanah di Kelurahan Liliba. Ia mengatakan, harga minyak tanah yang diambil di pangkalan atau agen-agen penjualan minyak tanah lainnya dengan harga Rp 2.500/liter, harus dijualnya ke konsumen harus dengan harga Rp 2.750/liter.

''Harga jual di tingkat pengecer ini sudah sangat mahal sehingga saya memilih untuk tidak menjualnya, karena konsumen juga merasa berat membelinya, kecuali dalam keadaan terpaksa,'' ujarnya. Menurut dia, untuk mendapatkan bahan bakar tersebut di pangkalan, masing-masing agen di tingkat bawah hanya dijatah dua drum dari sebelumnya lima drum (satu drum setara dengan 200 liter).

Namun demikian, Wira Penjualan Pertamina Cabang Kupang, ACH Chambali mengungkapkan saat ini tidak terjadi kelangkaan minyak tanah di Kota Kupang seperti yang dirasakan konsumen. Menurut dia, kekosongan di pangkalan minyak tanah terjadi karena agen terlambat menyalurkan bahan bakar tersebut, sehingga dirasakan semacam ada kelangkaan. Kelangkaan minyak juga dirasakan sejumlah warga di Desa Sidorejo, Kec Wungu, Kab Madiun, Jatim. Mereka terpaksa memanfaatkan blotong atau limbah pengolahan tebu pabrik gula sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah untuk memasak.

Menurut Ismin (45 tahun), warga Desa Sidorejo, keberadaan limbah pengolahan tebu dari pabrik gula yang ada di Madiun memberi berkah tersendiri saat minyak tanah langka dan mahal seperti sekarang ini. Kata dia, cara memanfaatkan limbah tersebut untuk menjadi bahan bakar cukup mudah. Limbah tersebut cukup dijemur, dan setelah kering bisa dibakar menjadi pengganti minyak tanah.

Di Bandung, kelangkaan minyak tanah juga mulai terasa. Seorang penjual minyak tanah eceren Ny Yaya (55 tahun) di Arcamanik, Bandung, terpaksa tidak menjual minyak tanah yang dimilikinya. Minyak tersebut dia simpan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Saat pembeli datang, dia mengatakan warungnya sementara ini tidak menjual minyak tanah. Dia mengungkapkan dalam empat hari terakhir, penyalur yang biasa mengirim minyak ke warungnya tidak datang. Saat ditanya soal kemungkinan mengganti kompor minyaknya dengan kompor gas, dia pun mengaku tak tertarik. zam/ant


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=305508&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Respons untuk Indonesia





10 Agustus 2007
Respons untuk Indonesia

Wabah AIDS dilaporkan telah membunuh 25 juta orang dalam 26 tahun terakhir. Saat ini, 40 juta orang di seluruh dunia diperkirakan hidup dengan HIV. Setiap hari diperkirakan terjadi 11 ribu penularan baru. Di antara mereka yang memerlukan perawatan di seluruh dunia, hanya 28 persen yang memiliki akses ke obat.

Di kawasan Asia Pasifik, negara-negara dengan tingkat penderita yang relatif banyak adalah Kamboja, Thailand, India, dan Vietnam. Selain itu, kini terjadi pula peningkatan kasus yang signifikan di Papua Nugini dan Papua di Indonesia. Menlu Australia, Alexander Downer, mengatakan, sejauh ini kawasan Asia Pasifik tidak memiliki skala masalah sebesar Afrika. Namun, kondisi ini harus diwaspadai agar apa yang menimpa Afrika tidak terjadi di kawasan ini.

Usai pertemuan tingkat tinggi para menteri yang membahas HIV/AIDS di Sidney 23 Juli lalu, Downer mengumumkan Australia meningkatkan komitmen bantuannya hingga satu miliar dolar Australia (AUD, Australian Dolar) untuk menanggulangi wabah HIV/AIDS di kawasan Asia Pasifik hingga 2010. Jumlah itu berarti meningkat 600 juta dolar Australia karena tahun lalu Australia baru menyetujui anggaran 400 juta AUD.

Selain berkomitmen meningkatkan dana penanggulangan HIV/AIDS hingga satu miliar AUD, Downer juga mengatakan, pihaknya terus mempertahankan apa yang disebutnya 'antusiasme diplomatik' untuk menghimpun para menteri dan pemimpin negara di Asia Pasifik guna merespons masalah ini.

Menurut dia, dana tersebut dialokasikan untuk meningkatkan upaya penanggulangan HIV di kawasan Asia Pasifik dan membantu mencegah infeksi HIV terhadap mereka yang paling berisiko. Dana itu juga digunakan untuk memperbaiki rumah sakit, klinik kesehatan untuk memudahkan akses terhadap perawatan, dan mendukung kepemimpinan di semua level masyarakat. Juga untuk mendorong sektor swasta memainkan peran yang lebih besar dalam menanggulangi wabah AIDS.

Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, mengatakan belum mengetahui persentase yang akan dialokasikan untuk Indonesia, dari bantuan Australia tersebut. ''Tapi, kemungkinan lebih besar dari yang diterima sebelumnya,'' kata Siti Fadilah. Sampai tahun lalu, Pemerintah Australia telah mengucurkan dana sebesar 37 juta AUD ke Indonesia untuk program HIV/AIDS.

Downer menekankan penanggulangan HIV/AID di Indonesia memang harus dilakukan. Ia memperkirakan tanpa langkah-langkah penanggulangan, wabah HIV/AIDS akan membunuh 15 juta orang di Indonesia pada 2025. Menurut informasi yang dihimpun Republika di Canberra, ke depan Australia akan mengucurkan dana senilai 100 juta AUD atau sekitar Rp 800 miliar dari total alokasi satu miliar AUD itu. Dana tersebut dimaksudkan untuk membantu memperkuat kapasitas Indonesia dalam menangani kasus HIV/AIDS melalui program kemitraan.

Program kemitraan itu juga dimaksudkan untuk membantu Indonesia agar lebih mampu mencegah dan membatasi penyebaran HIV, memperbaiki mutu hidup para penderita, serta mengurangi dampak sosial-ekonominya di Indonesia. Melalui program kemitraan senilai 100 juta AUD ini, Australia mengharapkan kapasitas Indonesia dalam memimpin, merencanakan, dan mengelola kasus-kasus HIV, serta program-program penanggulangan HIV yang terkait dengan pemakaian narkoba dapat diperkuat. Pengembangan dan implementasi tanggapan terhadap HIV yang efektif dan berkelanjutan di Provinsi Papua dan Papua Barat juga dapat didukung melalui kemitraan. Ini mengingat wilayah paling timur Indonesia itu memiliki jumlah kasus infeksi HIV yang melebihi rata-rata nasional.

Hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku Tahun 2006 (STHP2006) atau Integrated Bio Behavioral Survey (IBBS) di Papua menunjukkan prevalensi kasus HIV di Papua tersebut paling tinggi di Indonesia. Hingga 31 Maret 2007, total kasus AIDS di Papua per 100 ribu penduduk adalah 1.122 kasus dan 227 di antaranya meninggal dunia. Menurut hasil estimasi, populasi rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220 dan hanya sebagian kecil dari estimasi kasus tersebut ditemukan pada kelompok yang umumnya rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja seks (WPS), pelanggan WPS, dan waria. Sebagian besar atau sekitar 21.110 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah bagian dari komunitas masyarakat umum dengan tingkat distribusi prevalensi tinggi di wilayah yang sulit diakses dan daerah pedalaman.

Hal tersebut diperkirakan berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang rendah dan kesulitan memperoleh kondom mengingat akses utama untuk mendapatkan kondom masih terbatas di apotek dan klinik. Faktor lain yang memicu tingginya prevalensi HIV/AIDS di Papua adalah perilaku seks warga. Menurut hasil survei, gejala infeksi menular seksual (IMS) lebih banyak ditemukan pada penduduk yang punya beberapa pasangan seks dan pada penduduk yang melakukan hubungan seks dengan imbalan.

Di Indonesia secara keseluruhan, data kumulatif sejak 1987 tercatat ada 14.628 pengidap HIV/AIDS, terdiri atas 5.640 kasus HIV dan 8.988 AIDS, di mana sebanyak 1.994 orang meninggal. Namun, jumlah pengidap HIV/AIDS sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar. Depkes memperkirakan jumlahnya 90 ribu hingga 130 ribu kasus.

Menurut Howard, HIV/AIDS kini lebih dari sekadar masalah krisis kesehatan. Wabah ini bisa menjadi tragedi jika tak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menanggulanginya. ''Kerja sama antarpemerintah di kawasan Asia Pasifik, kalangan dunia usaha, para ahli, dan organisasi internasional diperlukan untuk meneruskan perang melawan HIV/AIDS,'' tegas Howard.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=303013&kat_id=3

Fwd: [Republika Online] Imbas Ekonomi HIV/AIDS





09 Agustus 2007
Imbas Ekonomi HIV/AIDS

Atas undangan AusAID wartawan Republika Subroto menghadiri The Third Ministerial Meeting on HIV/AIDS di Sydney, Australia, 23 Juli lalu. Bahaya pengaruh HIV/AIDS terhadap kehidupan dunia, dibahas dalam pertemuan ini. Berikut laporan pertama dari dua tulisan.

Hingga kini kalangan kedokteran belum berhasil menemukan vaksin untuk menangkal Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang menyebabkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Upaya maksimal yang dilakukan adalah menahan laju virus mematikan itu. Dengan ditemukannya obat antiretroviral, pengidap HIV/AIDS bisa bertahan hidup lebih lama. Wabah HIV/AIDS pun makin menjadi.

Tak kurang dari 40 juta penduduk dunia kini hidup dengan HIV/AIDS. Seperlima dari pengidap tinggal di wilayah Asia Pasifik. Asia kini menjadi salah satu wilayah dengan perkembangan HIV/AIDS paling cepat. Ada sekitar satu juta penderita baru muncul dalam setahun terakhir. Deputi Direktur Eksekutif Program UNAIDS, Michel Sidibe, mengingatkan masyarakat dunia akan pentingnya mencegah ledakan baru HIV/AIDS. Ini untuk menghindari terjadinya kembali 'pengalaman Afrika' 15 tahun lalu.

''Saya pikir sangat penting bagi kita untuk memastikan bahwa kita tidak mendapatkan pengalaman Afrika,'' kata dia dalam konferensi pers usai petemuan tingkat tinggi para menteri yang membahas HIV/AIDS di Sidney, Australia 23 Juli lalu. Pertemuan menteri di kawasan Asia Pasifik yang bertema 'Pemerintah dan Dunia Usaha Menanggulangi HIV/AIDS' itu dihadiri para wakil pemerintahan dari Australia, Kamboja, Cina, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Thailand, Singapura, Srilanka, dan Vietnam. Selain itu hadir pula perwakilan dunia usaha, perwakilan dari UNAIDS, Global Fund, dan lembaga donor lainnya.

Michel mengatakan, 15 tahun lalu Afrika Selatan yang kini merupakan negara dengan angka infeksi tertinggi, memiliki tingkat prevalensi di bawah Kamboja dan Papua Nugini. ''Lima belas tahun lalu, jumlah penduduk dunia yang terinfeksi sekitar 1,2 persen, dan sekarang sekitar 25 persen. Jadi, sangat penting bagi kita untuk fokus pada apa yang sedang kita kerjakan. Satu orang dirawat, kita punya enam kasus baru,'' tutur dia. HIV/AIDS bukan hanya menjadi masalah kesehatan dan sosial. Dampak yang ditimbulkannya mengimbas ke bidang ekonomi. Wabah ini berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi karena mayoritas yang terjangkit usia kerja atau produktif (15-49 tahun).

Dengan makin banyaknya pengidap HIV/AIDS maka dunia usaha merasakan langsung dampaknya, antara lain, tuntutan tambahan biaya untuk pos kesehatan, dan penurunan produktivitas. Menlu Australia, Alexander Downer, mengatakan pada 2001, diperkirakan kerugian akibat HIV/AIDS di kawasan Asia Pasifik mencapai 7,3 miliar dolar AS. ADB dan UNAIDS memperkirakan jika wabah ini terus berjalan diperkirakan kerugian ekonomi akibat HIV/AIDS pada 2010 akan melonjak menjadi 18,7 miliar dolar AS, dan 26,9 juta dolar AS pada 2015. ''Kesadaran para pebisnis perlu digugah bukan hanya karena persoalan kemanusiaan, namun juga alasan ekonomi,'' ujar Downer.

Menurut Downer, pertemuan Sidney ini penting untuk meningkatkan kerja sama antara pemerintah dan kalangan bisnis dalam rangka perang melawan AIDS. Delegasi yang hadir sepakat memperkuat jaringan dan layanan di lini terdepan menghadang epidemi AIDS di kawasan Asia Pasifik. Pemerintah, kata Downer, dapat menyediakan dana, membangun prioritas, dan dukungan untuk menghadang penyebaran AIDS. Sedangan kalangan dunia usaha dapat menciptakan program yang inovatif untuk membuat pekerjanya peduli terhadap HIV dan membantu mereka melindungi diri mereka sendiri dan keluarganya menghadang virus itu.

''Ketika kalangan bisnis dan masyarakat bersama-sama melakukan sesuatu, hasilnya bisa sangat luar biasa,'' ungkap Downer menegaskan. Menurut Stephen Grant, CEO Asia Pasific Business Coalition on AIDS (APBCA), sektor swasta dapat memainkan perannya dalam menanggulangi ancaman HIV/AIDS dengan menciptakan kesadaran penuh akan isu HIV di tempat-tempat kerja. APBCA didirikan kalangan bisnis sebagai respons langsung kebutuhan sektor swasta bekerja sama, berkoordinasi dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di kawasan Asia Pasifik.

Lembaga ini diresmikan oleh Downer dan mantan presiden AS, Bill Clinton, Februari 2006. Pertemuan di Sydney itu juga menampilkan pengalaman dunia usaha dalam program penanggulangan HIV/AIDS. Antara lain Nestle, BHP Billiton (Afrika Selatan), Nasfun (Papua Nugini), Cambodia Brewery Ltd (Kamboja), Qantas (Australia), dan Adidas (Vietnam). Indonesia diwakili oleh Gajah Tunggal. Gajah Tunggal yang mempekerjakan lebih dari 10 ribu karyawan yang umumnya wanita, bergabung dalam kampanye penanggulangan HIV/AIDS sejak 2003.

Program yang dijalankan oleh perusahaan itu, antara lain, mewajibkan pelatihan pencegahan HIV/AIDS kepada pekerjanya melalui kader penyuluhan oleh karyawan sendiri. Mereka membuka diskusi dan kesempatan bertanya tentang HIV/AIDS. Saat ini seluruh karyawan sudah mendapat pelatihan HIV/AIDS. Program ini masih diteruskan dengan meningkatkan kewaspadaan melalui pesan-pesan pencegahan HIV/AIDS di tempat kerja.

Menkes, Siti Fadilah Supari, yang menjadi salah satu delegasi Indonesia menyatakan sejumlah perusahaan di Indonesia sudah melakukan upaya sendiri menanggulangi HIV/AIDS di tempat kerja. Hanya, karena dilakukan secara sendiri-sendiri dampaknya belum begitu terasa. ''Setelah pertemuan ini nantinya kita akan mengoordinasikan kegiatan penanggulangan HIV/AIDS di bawah Komisi Penanggulangan AIDS (KPA),'' kata Siti Fadilah.

Sementera itu Sekretaris KPA, Nafsiah Mboy, mengatakan upaya melibatkan dunia usaha dalam penanggulangan HIV/AIDS sangat tepat karena di Indonesia pengidap HIV/AIDS sebagian besar adalah pria. ''Tempat kerja adalah lokasi yang paling tepat untuk menginformasikan masalah ini. Dan di sini peran perusahaan sangat besar,'' kata Nafsiah.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=302880&kat_id=3