Minggu, 16 Desember 2007

Fwd: [Republika Online] Respons untuk Indonesia





10 Agustus 2007
Respons untuk Indonesia

Wabah AIDS dilaporkan telah membunuh 25 juta orang dalam 26 tahun terakhir. Saat ini, 40 juta orang di seluruh dunia diperkirakan hidup dengan HIV. Setiap hari diperkirakan terjadi 11 ribu penularan baru. Di antara mereka yang memerlukan perawatan di seluruh dunia, hanya 28 persen yang memiliki akses ke obat.

Di kawasan Asia Pasifik, negara-negara dengan tingkat penderita yang relatif banyak adalah Kamboja, Thailand, India, dan Vietnam. Selain itu, kini terjadi pula peningkatan kasus yang signifikan di Papua Nugini dan Papua di Indonesia. Menlu Australia, Alexander Downer, mengatakan, sejauh ini kawasan Asia Pasifik tidak memiliki skala masalah sebesar Afrika. Namun, kondisi ini harus diwaspadai agar apa yang menimpa Afrika tidak terjadi di kawasan ini.

Usai pertemuan tingkat tinggi para menteri yang membahas HIV/AIDS di Sidney 23 Juli lalu, Downer mengumumkan Australia meningkatkan komitmen bantuannya hingga satu miliar dolar Australia (AUD, Australian Dolar) untuk menanggulangi wabah HIV/AIDS di kawasan Asia Pasifik hingga 2010. Jumlah itu berarti meningkat 600 juta dolar Australia karena tahun lalu Australia baru menyetujui anggaran 400 juta AUD.

Selain berkomitmen meningkatkan dana penanggulangan HIV/AIDS hingga satu miliar AUD, Downer juga mengatakan, pihaknya terus mempertahankan apa yang disebutnya 'antusiasme diplomatik' untuk menghimpun para menteri dan pemimpin negara di Asia Pasifik guna merespons masalah ini.

Menurut dia, dana tersebut dialokasikan untuk meningkatkan upaya penanggulangan HIV di kawasan Asia Pasifik dan membantu mencegah infeksi HIV terhadap mereka yang paling berisiko. Dana itu juga digunakan untuk memperbaiki rumah sakit, klinik kesehatan untuk memudahkan akses terhadap perawatan, dan mendukung kepemimpinan di semua level masyarakat. Juga untuk mendorong sektor swasta memainkan peran yang lebih besar dalam menanggulangi wabah AIDS.

Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, mengatakan belum mengetahui persentase yang akan dialokasikan untuk Indonesia, dari bantuan Australia tersebut. ''Tapi, kemungkinan lebih besar dari yang diterima sebelumnya,'' kata Siti Fadilah. Sampai tahun lalu, Pemerintah Australia telah mengucurkan dana sebesar 37 juta AUD ke Indonesia untuk program HIV/AIDS.

Downer menekankan penanggulangan HIV/AID di Indonesia memang harus dilakukan. Ia memperkirakan tanpa langkah-langkah penanggulangan, wabah HIV/AIDS akan membunuh 15 juta orang di Indonesia pada 2025. Menurut informasi yang dihimpun Republika di Canberra, ke depan Australia akan mengucurkan dana senilai 100 juta AUD atau sekitar Rp 800 miliar dari total alokasi satu miliar AUD itu. Dana tersebut dimaksudkan untuk membantu memperkuat kapasitas Indonesia dalam menangani kasus HIV/AIDS melalui program kemitraan.

Program kemitraan itu juga dimaksudkan untuk membantu Indonesia agar lebih mampu mencegah dan membatasi penyebaran HIV, memperbaiki mutu hidup para penderita, serta mengurangi dampak sosial-ekonominya di Indonesia. Melalui program kemitraan senilai 100 juta AUD ini, Australia mengharapkan kapasitas Indonesia dalam memimpin, merencanakan, dan mengelola kasus-kasus HIV, serta program-program penanggulangan HIV yang terkait dengan pemakaian narkoba dapat diperkuat. Pengembangan dan implementasi tanggapan terhadap HIV yang efektif dan berkelanjutan di Provinsi Papua dan Papua Barat juga dapat didukung melalui kemitraan. Ini mengingat wilayah paling timur Indonesia itu memiliki jumlah kasus infeksi HIV yang melebihi rata-rata nasional.

Hasil Surveilans Terpadu HIV-Perilaku Tahun 2006 (STHP2006) atau Integrated Bio Behavioral Survey (IBBS) di Papua menunjukkan prevalensi kasus HIV di Papua tersebut paling tinggi di Indonesia. Hingga 31 Maret 2007, total kasus AIDS di Papua per 100 ribu penduduk adalah 1.122 kasus dan 227 di antaranya meninggal dunia. Menurut hasil estimasi, populasi rawan tertular HIV di Papua mencapai 22.220 dan hanya sebagian kecil dari estimasi kasus tersebut ditemukan pada kelompok yang umumnya rawan seperti pengguna napza suntik, wanita penjaja seks (WPS), pelanggan WPS, dan waria. Sebagian besar atau sekitar 21.110 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah bagian dari komunitas masyarakat umum dengan tingkat distribusi prevalensi tinggi di wilayah yang sulit diakses dan daerah pedalaman.

Hal tersebut diperkirakan berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS yang rendah dan kesulitan memperoleh kondom mengingat akses utama untuk mendapatkan kondom masih terbatas di apotek dan klinik. Faktor lain yang memicu tingginya prevalensi HIV/AIDS di Papua adalah perilaku seks warga. Menurut hasil survei, gejala infeksi menular seksual (IMS) lebih banyak ditemukan pada penduduk yang punya beberapa pasangan seks dan pada penduduk yang melakukan hubungan seks dengan imbalan.

Di Indonesia secara keseluruhan, data kumulatif sejak 1987 tercatat ada 14.628 pengidap HIV/AIDS, terdiri atas 5.640 kasus HIV dan 8.988 AIDS, di mana sebanyak 1.994 orang meninggal. Namun, jumlah pengidap HIV/AIDS sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar. Depkes memperkirakan jumlahnya 90 ribu hingga 130 ribu kasus.

Menurut Howard, HIV/AIDS kini lebih dari sekadar masalah krisis kesehatan. Wabah ini bisa menjadi tragedi jika tak ada upaya yang sungguh-sungguh untuk menanggulanginya. ''Kerja sama antarpemerintah di kawasan Asia Pasifik, kalangan dunia usaha, para ahli, dan organisasi internasional diperlukan untuk meneruskan perang melawan HIV/AIDS,'' tegas Howard.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=303013&kat_id=3