Minggu, 16 Desember 2007

Fwd: [Republika Online] Melihat Hilal dengan TIK





11 September 2007
Melihat Hilal dengan TIK

Mohammad Nuh
Menteri Komunikasi dan Informatika, Dosen Jurusan Teknik Elektro-ITS

Ketika terbetik rencana pemerintah melalui Departemen Agama yang dibantu Departemen Komunikasi dan Informatika akan mengadakan sidang itsbat --berkait dengan penentuan awal Ramadhan 1428 H-- dengan bantuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ada sebagian masyarakat yang bertanya-tanya tentang kemungkinan dan keabsahan hukumnya.

Ide pemanfaatan TIK untuk membantu rukyat diawali pada saat halaqah ulama se-Jawa tiga bulan yang lalu di Malang, Jawa Timur. Hal ini didasarkan pada suatu fakta masih adanya perbedaan dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan. Perbedaannya bukan saja satu hari, tapi bisa dua hari, yang menurut kaidah rasionalitas keilmuan sama sekali tidak lazim. Perbedaan itu muncul akibat keragaman pendekatan yang digunakan yang pada awalnya hanya ada dua; (i) rukyat dengan wilayatul hukmi Indonesia dan (ii) hisab, dan belakangan muncul pendekatan yang lain yaitu rukyat dengan wilayah hukum global.

Meskipun adanya perbedaan selama ini belum menimbulkan 'religio-chaostic' karena adanya toleransi dan sikap saling menghormati, yang biasanya untuk menenangkan umat akibat perbedaan tersebut, para ulama dan pimpinan kita selalu menyampaikan dua hal, yaitu: (i) keyakinan merupakan landasan utama dalam beribadah, oleh karena itu dipersilakan mau berpuasa dan ber-Idul Fitri hari A atau B, yang penting berpuasa dan shalat Id. Dan, (ii) perbedaan dalam kalangan umat adalah rahmat, kutipan salah satu hadis Nabi.

Namun, di balik toleransi dan saling menghormati tersebut, banyak di antara intelektual muda Muslim dan umat yang selalu merindukan persatuan dan kebersamaan meminta kepada para pemegang otoritas baik dari pemerintah maupun organisasi keagamaan untuk mengakhiri kebiasaan berbeda dengan membangun sistem yang lebih tangguh dan dapat dipercaya. Toleransi dan penghormatannya bukan semata-mata dilakukan terhadap keputusan yang telah diambil, akan tetapi toleransi dan penghormatan tersebut dibangun sejak dalam proses penentuannya, termasuk dalam hal memilih pendekatan yang akan digunakan (tentu selama pendekatan tersebut secara saintifik tetap bisa dipertanggungjawabkan).

Dari kecenderungan dan kemungkinan serta kebiasaan berbeda muncul dua konsep untuk meminimasi atau mengakhiri perbedaan tersebut yaitu: (i) penentuan lembaga atau institusi yang memiliki hak (otoritas) dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan, dan (ii) pendekatan teknis yang digunakan untuk melihat hilal. Dalam hal lembaga atau institusi yang memiliki hak, barangkali metode benchmarking yang diikuti dengan kajian hukum Islam (fiqh) bisa digunakan. Di seluruh dunia, negara-negara Islam, negara yang mayoritas Islam, atau di negara yang tergabung dalam OKI (Organisasi Konferensi Islam) misalnya, siapa atau lembaga apa yang diberikan kewenangan untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan? Begitu kita telah menyepakati lembaganya, maka kita semua termasuk organisasi keagamaan memiliki tanggung jawab dan kewajiban untuk menghormati, mematuhi, dan mengikuti keputusan yang telah ditetapkan.

Perbedaan yang muncul bukanlah pada daerah salah dan benar, tetapi pada daerah 'kebolehan', untuk itu rasanya lebih mulia bagi umat ini, kalau keputusan yang diambil dalam sidang isbat nantinya adalah keputusan bulat, dipatuhi, dan diikuti oleh masyarakat secara keseluruhan. Jadi, apa yang telah dilakukan oleh organisasi keagamaan dan masyarakat bersifat membantu, men- support sidang isbat dalam mengambil keputusan. Setelah kelembagaan dengan otoritasnya disepakati, maka persoalan kedua adalah pendekatan teknis (metode) yang akan digunakan. Metode yang digunakan dapat memengaruhi kredibilitas keputusan yang diambil. Selama ini, rukyat dilakukan oleh seseorang yang tersumpah baik dengan menggunakan teropong maupun mata telanjang di beberapa lokasi yang diperkirakan memungkinkan untuk melihat hilal. Informasi dari para perukyat yang tersebar di berbagai lokasi tersebut disampaikan kepada Departemen Agama (di Jakarta) sebagai bahan sidang isbat.

Dalam memanfaatkan TIK untuk rukyat, metode yang selama ini digunakan sifatnya subjektif personal, diganti dengan metode baru yaitu objektif publik. Metode baru tersebut menggunakan algoritma (alur pikir) sebagai berikut: (i) tentukan lokasi yang memenuhi syarat dimungkinkannya melihat hilal. Untuk tahun ini akan dilakukan di Aceh, Makassar, Papua, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Jakarta, (ii) arahkan teropong ke koordinat di mana kemungkinan munculnya hilal (melalui perhitungan), (iii) Pancarkan secara online (live) hasil peneropongan di setiap wilayah melalui internet-based dan televisi baik ke ruang sidang isbat maupun secara umum ke publik. Dengan demikian, para peserta sidang isbat dan masyarakat umum dapat secara langsung mengikuti hasil pemantauan dari setiap wilayah tersebut. Untuk mengantisipasi pengaruh cuaca, koordinasi dengan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) telah dilakukan.

Metode baru tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan akurasi rukyat, sehingga kredibilitas rukyat bisa lebih dipertanggungjawabkan, baik secara publik maupun saintifik. Uji coba metode baru tersebut telah dilakukan melalui Observatori Bosscha ITB di Lembang, Bandung, dan dipancarkan secara online melalui internet dan TVRI untuk melihat gerhana bulan total pada 28 Agustus 2007. Uji yang sama dilakukan melalui internet untuk melihat hilal pada saat akhir Rajab dan awal Sya'ban. Dan, alhamdulillah, memberikan hasil yang baik.

Dengan demikian, pemanfaatan TIK untuk rukyat ini diharapkan dapat meminimasi perbedaan dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Dan, tentu kita berharap metode baru ini juga bisa digunakan sebagai bagian dari proses pembelajaran masyarakat untuk memahami fenomena alam (sunatullah) sebagai upaya mensyukuri dan mengagungkan kesempurnaan Allah SWT. Dan kita berdoa, mudah-mudahan dengan metode ini Allah SWT menganugerahkan keberhasilan sebagai wasilah meningkatkan persatuan dan kesatuan umat di negeri yang kita cintai, Negara Kesatuan Republik Indonesia. Insya Allah.


Berita ini dikirim melalui Republika Online http://www.republika.co.id
Berita bisa dilihat di : http://www.republika.co.id/Cetak_detail.asp?id=306474&kat_id=3